Medankinian.com, Medan- Menyikapi keluhan masyarakat terkait adanya dugaan praktek
monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yang dilakukan oleh perusahaan angkutan
berbasis aplikasi, KPPU Kantor Wilayah I menggelar Focus Group Discussion (FGD)
bertempat di ruang pertemuan KPPU Kantor Wilayah I di Medan.
Hadir dalam kegiatan
FGD tersebut, perwakilan dari Pengusaha ASK, perwakilan dari komunitas driver taksi
online, Grab, Gocar dan Maxim, dari Dinas Penanaman Modal dan Perijinan Terpadu Satu
Pintu, Dinas Kominfo, Dinas Perhubungan dan Ombudsman.
Kepala KPPU Kantor Wilayah I, Ridho Pamungkas menerangkan bahwa telah terjadi
perekrutan pengemudi yang dilakukan oleh perusahaan aplikasi berbasis teknologi
informasi secara langsung tanpa melalui perusahaan Angkutan Sewa Khusus (ASK) di
wilayah Medan, Binjai, Deli Serdang, Karo (Mebidangro).
Selain itu perusahaan Aplikasi
tidak mempersyaratkan calon pengemudi harus memiliki Kartu Elektronik Standar
Pelayanan (KESP), hanya menghimbau saja, yang mana KESP ini hanya dapat diurus di
perusahaan ASK.
Kedua hal tersebut dinilai melanggar Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 118 Tahun
2018 tentang Penyelenggaraan Angkutan Sewa Khusus dan Peraturan Gubernur Sumatera
Utara Nomor 13 Tahun 2020 Penyelenggaraan Angkutan Sewa Khusus di Provinsi
Sumatera Utara. Namun sayangnya, kedua regulasi tersebut tidak mengatur sanksi
terhadap perusahaan aplikasi melainkan hanya sanksi kepada perusahaan ASK.
Pada pertemuan tersebut, Ketua DPU Angkutan Sewa Khusus (ASK) Oragnisasi Angkutan
Darat (Organda) Mebidangro, Frans Tumpu Simbolon mengaku kecewa dengan perusahaan
aplikasi yang merekrut driver secara langsung sehingga mematikan usahanya.
“Kami keberatan dengan ini, pekerjaan kami diambil alih oleh perusahaan aplikasi dan
inilah yang kami sebut monopoli. Instansi terkait harus bertindak tegas. Ini sudah jelas
melanggar aturan”, ungkapnya.
Organisasi Angkutan Sewa Khusus Indonesia (ORASKI) Sumatera Utara yang diwakili oleh
David Bangar Siagian menuturkan bahwa dulu anggota ORASKI mengurus izin KESP
melalui ASK berbadan hukum, salah satunya melalui ORASKI yang memiliki badan hukum
ASK. Namun banyak driver yang telah memiliki KESP tidak memperpanjang karena bagi
mereka tidak ada manfaat dari KESP tersebut, tanpa KESP pun masih bisa jalan.
Sebenarnya yang menjadi permasalahan bagi driver lebih kepada masalah tarif, perang
tarif antara aplikator cukup sengit, dan driver hanya bisa mengikuti penetapan diskon oleh
aplikator.
Perwakilan PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (go-jek) Dedo Pasaribu menjelaskan, pihaknya
senantiasa mematuhi peraturan yang berlaku. Driver yang sudah terdaftar di go-jek dapat
mengurus KESP dari aplikasi go-jek dan dapat memilih untuk mendaftar melalui badan
hukum manapun. Hal senada juga disampaikan oleh GM Public Affairs of Sumatera
Regional dari Grab, Guruh Gunawan Ismaela.
Ia menambahkan, pihaknya melakukan
rekrutmen driver secara mandiri pada masa pandemi Covid-19 adalah untuk mendukung
program pemerintah dalam pemulihan ekonomi nasional.
Sementara itu Kepala Cabang PT Teknologi Perdana Indonesia (Maxim) Sumatera Utara
Muhammad Farizi juga menambahkan pihaknya senantiasa mematuhi peraturan
perundang-undangan, namun memang masih banyak driver yang belum memiliki KESP
karena pada driver berpandangan tidak ada manfaatnya.
“Kami selalu himbau para driver untuk urus KESP. Para driver itu nanya kalau urus KESP
manfaatnya apa? Saya jelaskan kalau punya KESP akan dapat status prioritas, cara
urusnya bisa dari aplikasi. Mereka timpali lagi, driver online yang lain banyak yang tidak
punya KESP gak ada masalah. Nah, di sini saya belum bisa paksa mereka untuk punya
KESP” jelas Farizi.
Perwakilan Ombudsman Sumatera Utara Mori Yana Gultom berpandangan, Peraturan
Menteri Perhubungan Nomor 118 Tahun 2018 dan Peraturan Gubernur Sumatera Utara
Nomor 13 Tahun 2020 belum dapat diimplementasikan sepenuhnya lantaran belum
mengatur kewenangan instansi mana yang melakukan pengawasan terhadap jalannya
peraturan tersebut.
”Semestinya pihak aplikator dapat menjadi filter untuk mewajibkan driver online memiliki
KESP, yakni dengan mempersyaratkan harus mengurus KESP sebelum mendaftar sebagai
driver atau yang sudah tidak berlaku” ungkapnya.
Sedangkan Golongan Kemit selaku Analis Kebijakan dari Dinas Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Sumatera Utara mengaku selama ini tidak terdapat
permasalahan dalam hal perizininan.
Pihaknya akan menerbitkan izin jika sudah ada
rekomendasi teknis dari Dinas Perhubungan Sumatera Utara. Dikatakan bahwa lebih
kurang sudah ada 52 badan usaha yang mengurus perizinan Angkutan Sewa Khusus
untuk wilayah mebidangro, namun untuk tahun 2022 belum ada yang mengurus.
Kepala Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi Dinas Komunikasi dan Informatika
Provinsi Sumatera Utara Dedi Irawan menjelaskan bahwa pemblokiran aplikasi merupakan
kewenangan Kementerian Komunikasi dan Informatika (bukan Dinas Komunikasi dan
Informartika di Daerah). Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 118 Tahun 2018 dan
Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 13 Tahun 2020 tidak menjelaskan tugas dan
kewenangan Dinas Komunikasi dan Informatika dalam pengawasan ASK.
”Asosiasi Dinas Komunikasi dan Informatika Seluruh Indonesia sudah mengajukan
permintaan kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika supaya para perusahaan
aplikasi tidak diperkenankan untuk merekrut driver. Selain itu Dinas Komunikasi dan
Informatika di Daerah juga perlu diberikan kewenangan untuk melakukan pengawasan
dan mengenakan sanksi seperti memblokir aplikasi. Namun hal tersebut belum terealisasi
hingga sekarang” ujarnya.
Menanggapi berbagai informasi tersebut, Kepala Seksi Angkutan Orang Tidak Dalam
Trayek dan Angkutan Barang, Dinas Perhubungan Sumatera Utara Yunus Pasodung
meminta semua perusahaan aplikasi untuk merekrut driver dengan bekerja sama dengan
perusahaan ASK dan mewajibkan driver yang mendaftar untuk memiliki KESP
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 118 Tahun 2018 dan
Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 13 Tahun 2020.
“Masalahnya hanya satu, perusahaan aplikasi tidak mengikuti Permenhub No 118 Tahun
2018 dan Pergub No 13 Tahun 2020. Jika ketentuan ini dijalankan, tidak akan ada lagi
masalah. Kami juga sudah beberapa kali meminta akses dashboard kepada perusahaan
aplikasi namun tidak juga dipenuhi”, terangnya.
Menutup pertemuan tersebut, Kepala KPPU Kantor Wilayah I menuturkan bahwa perilaku
perusahaan aplikasi yang merekrut pengemudi secara mandiri hingga membuat ASK
kehilangan pekerjaan belum memenuhi unsur-unsur pelanggaran UU No. 5 Tahun 1999,
khususnya Pasal 17.
“Perbuatan tersebut terjadi karena adanya pelanggaran terhadap regulasi yaitu Permenhub
Nomor 118 Tahun 2018 dan Pergub Sumatera Utara Nomor 13 Tahun 2020. Namun ketika
ada perusahaan yang patuh terhadap aturan dan ada yang tidak patuh, maka perusahaan
yang tidak patuh berpotensi melanggar pasal 21, yakni perbuatan curang dalam
menetapkan biaya produksi yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat. Dengan
tidak melalui perusahaan ASK, bisa jadi akan mengurangi biaya dalam menawarkan jasa
ke pelanggan. Tentunya tidak fair bagi perusahaan yang merekrut lewat perusahaan ASK”,
jelas Ridho.
Mengakhiri gelaran FGD, Ridho menyimpulkan perlu adanya pengaturan sanksi dan
kewenangan yang lebih jelas dan tegas terkait dengan Penyelenggaraan Angkutan Sewa
Khusus, agar semua pihak dapat menjalankan usahanya sesuai dengan aturan yang
berlaku.
”Demi terciptanya Kerjasama kemitraan yang sehat dalam penyelenggaraan pelayanan
ASK, perlu pengaturan perjanjian kemitraan dari para pihak yang bermitra sesuai dengan
PP No. 7 Tahun 2021 Tentang Kemudahaan, Perlindungan dan Pemberdayaan Koperasi
dan UMKM. Baik antara Perusahaan Aplikasi dengan perusahaan ASK, maupun antara
perusahaan ASK dengan mitra driver” pungkasnya.
(mk/sdf)