OJK Catat 299 Ribu Laporan Penipuan Digital, Kerugian Capai Rp7 Triliun – Rp376,8 Miliar Berhasil Diselamatkan

Medankinian.com, Purwokerto – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Indonesia Anti-Scam Center (IASC) mencatat kemajuan besar dalam upaya melindungi masyarakat dari kejahatan keuangan digital. Dalam periode 22 November 2024 hingga 16 Oktober 2025, IASC menerima 299.237 laporan penipuan keuangan digital, dengan total kerugian yang dilaporkan mencapai Rp7 triliun.

Dari laporan tersebut, 94.344 rekening scammer berhasil diblokir berkat koordinasi cepat antara OJK, perbankan, dan lembaga terkait. Total dana yang berhasil diamankan mencapai Rp376,8 miliar, hasil sinergi antara 17 bank besar nasional dan sejumlah platform digital yang tergabung dalam sistem IASC.

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, menjelaskan bahwa sistem IASC dirancang untuk menutup celah perpindahan dana hasil penipuan yang biasanya berlangsung sangat cepat.

“Begitu laporan masuk, tim kami langsung berkoordinasi dengan perwakilan bank di IASC. Dalam hitungan menit, rekening tujuan bisa langsung diblokir agar dana korban tidak sempat berpindah,” ujar Friderica dalam diskusi Perlindungan Konsumen dan Masyarakat Sektor Jasa Keuangan di Purwokerto, Sabtu (18/10/2025).

Selain perbankan, sistem IASC juga melibatkan marketplace dan platform digital untuk mempercepat tindak lanjut laporan. Dengan mekanisme ini, laporan masyarakat tidak berhenti pada tahap administrasi, tetapi langsung direspons melalui aksi pemblokiran rekening dan pelacakan dana.

Berdasarkan data OJK, hingga Oktober 2025 terdapat 487.378 rekening yang dilaporkan terlibat dalam aktivitas mencurigakan, baik sebagai rekening pelaku maupun rekening perantara (money mule). Melalui sistem pelacakan otomatis lintas bank, IASC mampu mempercepat proses verifikasi dan mencegah peredaran dana hasil kejahatan digital.

Friderica menegaskan pentingnya peran aktif masyarakat dalam melapor. “Kuncinya ada di kewaspadaan dan kecepatan melapor. Semakin cepat laporan masuk, semakin besar peluang dana korban bisa diselamatkan,” tegasnya.

IASC dibentuk sebagai pusat koordinasi nasional untuk menangani kejahatan keuangan digital. Pusat ini beranggotakan 23 lembaga, di antaranya Bank Indonesia, Kepolisian, PPATK, Kominfo, dan Kementerian Perdagangan, serta bekerja sama dengan industri perbankan, e-commerce, dan penyedia jasa telekomunikasi.

Ke depan, OJK akan memperluas kolaborasi IASC dengan lembaga keuangan dan penyedia jasa digital lainnya untuk memperkuat sistem deteksi dini penipuan online.

“Kami sedang memperluas kerja sama IASC, tidak hanya dengan sektor perbankan, tapi juga marketplace, asosiasi telekomunikasi, dan platform aset kripto. Sebab, pola penipuan kini hampir selalu melibatkan dua hal: rekening dan sambungan telepon,” jelas Friderica.

“Ke depan, laporan masyarakat ke IASC juga akan diakui sebagai laporan resmi kepolisian, sehingga korban tidak perlu melapor dua kali,” tandasnya.

Dengan sinergi lintas lembaga dan peningkatan kesadaran masyarakat, OJK optimistis angka penipuan keuangan digital di Indonesia akan terus menurun dan ekosistem keuangan digital semakin aman serta terpercaya. (ril/mk)