Medankinian.com, Jakarta – Kementerian perhubungan memperkirakan selama periode lebaran 2024 akan ada 4,4 juta penumpang pesawat atau naik 12 persen dibandingkan periode lebaran 2023 lalu.
Menurut Gopprera Panggabean, Anggota Komisioner KPPU, kenaikan permintaan seharusnya direspon positif oleh maskapai penerbangan dengan mengoptimalkan sumber daya yang dimilikinya, seperti penambahan rute penerbangan, peningkatan frekuensi penerbangan, penjualan subclass harga tiket yang lebih beragam akibat penambahan kursi yang dijual dan bukan sebaliknya.
Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS), tarif angkutan udara atau harga tiket pesawat pada Maret 2024 mengalami deflasi sebesar 0,97%.
Gopprera berharap maskapai penerbangan tetap mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya secara optimal serta mencapai tingkat produksi yang paling efisien (biaya rata-rata per unit yang paling rendah), sehingga berdampak tarif angkutan udara tidak menjadi penyumbang inflasi pada bulan April 2024 dan jumlah rute penerbangan serta frekuensi terus meningkat.
Dijelaskan oleh Gopprera bahwa saat ini KPPU terus memonitor perkembangan harga tiket pesawat, ketersediaan kursi pesawat, alokasi slot time penerbangan dan realisasi penerbangan dari maskapai penerbangan.
“Monitoring dilakukan untuk mendapatkan informasi terkait kebijakan subclass harga jual tiket yang diterapkan oleh masing-masing maskapai penerbangan kepada konsumen, rencana operasional penerbangan serta realisasinya” jelasnya.
“Termasuk untuk membandingkan perilaku maskapai dengan maskapai penerbangan lainnya dalam merespon kenaikan jumlah penumpang selama periode lebaran 2024 dibandingkan periode lebaran 2023, baik subclass harga tiket yang dijual maupun jumlah penumpang yang diangkut” tambah Gopprera.
Berdasarkan salah satu amar Putusan Komisi No. 15/KPPU-I/2019 yang telah berkekuatan hukum tetap, tujuh maskapai penerbangan, yakni PT Garuda Indonesia, PT Citilink Indonesia, PT Sriwijaya Air, PT NAM Air, PT. Batik Air, PT. Lion Mentari dan PT. Wings Abadi diperintahkan untuk memberitahukan secara tertulis kepada KPPU sebelum mengambil setiap kebijakan yang akan berpengaruh terhadap peta persaingan usaha, harga tiket yang dibayar oleh konsumen dan masyarakat selama 2 tahun sejak putusan.
Sejauh ini, beberapa maskapai penerbangan masih ada yang belum menyampaikan data dan informasi yang diminta oleh KPPU.
Oleh karena itu, dalam rangka mendapatkan informasi yang komprehensif dan mengantisipasi maskapai penerbangan yang tidak kooperatif dalam menyampaikan data dan informasi yang diminta, KPPU akan memanggil travel agen baik travel agent konvensional maupun online travel (OTA).
Pemeriksaan silang atas informasi yang diperoleh dari beberapa pihak perlu dilakukan sehingga data-data yang digunakan sebagai dasar untuk menilai apakah tujuh maskapai penerbangan tersebut telah melaksanakan Putusan Komisi No. 15/KPPU-I/2019.
Setelah menerima seluruh dokumen dari maskapai dan pihak terkait lainnya, nantinya Komisi dengan prinsip kehati-hatian akan melakukan penilaian penyebab terjadinya kenaikan tarif tiket penerbangan akhir-akhir ini.
“Kenaikan harga tiket dapat disebabkan adanya kenaikan permintaan (demand), kenaikan harga avtur, perubahan nilai tukar rupiah dan atau harga komponen biaya lainnya yang menyebabkan perubahan total biaya operasional maskapai penerbangan atau dikarenakan adanya dugaan perilaku anti persaingan yang dilakukan oleh maskapai penerbangan” ujar Gopprera.
Indikasi perilaku persaingan usaha tidak sehat misalnya ketika ditemukan adanya pergerakan harga yang sama (price parallelism) yang disebabkan oleh faktor lain di luar faktor ekonomi yang tidak bisa dijustifikasi, sehingga dapat diduga terdapat perilaku saling menyesuaikan (concerted action) yang didasarkan pada kesepakatan.
“Jika terdapat indikasi, KPPU dapat menindaklanjutinya dengan melakukan penyelidikan awal perkara inisiatif atas dugaan pelanggaran yang ada” pungkas Gopprera.
(sdf/mk)