Menu

Mode Gelap

Ekonomi Bisnis · 25 Mar 2024 16:32 WIB

Gejolak Harga Beras Tidak Semuanya Karena El Nino, Alih Fungsi Lahan Juga Perlu Diperhitungkan


					Gejolak Harga Beras Tidak Semuanya Karena El Nino, Alih Fungsi Lahan Juga Perlu Diperhitungkan Perbesar

Medankinian.com, Medan – Harga beras terpantau stabil selama periode 2016 hingga awal 2022 sebelumnya. Namun harga beras langsung meroket hingga naik di atas 16.6% hingga saat ini di wilayah Sumut. Harga beras naik seiring dengan kenaikan biaya produksi di level petani. Dan kebijakan impor beras pemerintah dilakukan untuk menutup defisit beras secara nasional.

Impor memang dilakukan pemerintah belakangan ini untuk menghindari kemungkinan memburuknya sisi pasokan, serta memitigasi kemungkinan memburuknya harga beras. Dari hasil observasi di lapangan, menurunnya pasokan bukan hanya dikarenakan oleh gangguan produksi yang dipicu oleh El Nino. Namun ada temuan terjadi alih fungsi lahan.

Di sejumlah wilayah seperti di simalungun dan deli serdang, alih fungsi lahan terjadi seiring dengan kenaikan harga jagung, dan peralihan dari lahan padi setelah panen kedua. Harga jagung diwilayah Sumut yang sempat menyentuh 7.000 per Kg menjadi daya tarik bagi petani untuk beralih ke tanaman jagung. Selain itu, lahan padi yang telah memasuki masa panen dua kali juga sebagian dialihkan ke tanaman jagung. Jadi penurunan produksi tidak karena El Nino, Namun ada juga alih fungsi lahan karena komoditas lain (jagung) memberikan nilai ekonomi yang lebih tinggi.

Sejauh ini harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani berada dalam rentang 6.300 hingga 6.800 per Kg di wilayah Sumut. Asumsikan dengan penyusutan 10%, biaya penjemuran harga GKG naik 1.000 per Kg dari GKP. Atau katakan GKG berada dalam rentang harga 7.300 hingga 7.800 per kilonya. Maka harga beras di level kilang 10.220 hingga 10.920 dengan rendemen 60% dari GKG ke Beras.

Dan tentunya belum memperhitungkan biaya tenaga kerja, pajak, kemasan dan distribusi. Sehingga harga beras di level konsumen itu bisa mencapai 13 ribu hingga 14 ribuan per Kg untuk kualitas medium. Jadi di lapangan harga beras bisa lebih mahal lagi dari hitung-hitungan saya itu jika rendemen mencapai 50% atau dibawahnya.

Karena harga beras juga ditentukan dengan kualitas mesin pengiling padi yang menghasilkan beras. Dari hasil pantauan dilapangan, rendemen padi ke beras itu berkisar 48% hingga 65%. Dan kualitas penggilingan kilang padi besar umumnya memiliki rasio yang lebih tinggi dibandingkan dengan kilang padi yang ukurannya lebih kecil.

Memang kilang padi juga mendapatkan output selain beras, yakni kulit padi yang hancur dan kerap dijadikan pakan ternak. Namun harganya tidak sebaik harga beras. Saya menyarankan agar perhitungan ketersediaan pasokan beras di tanah air jiuga mempertimbangkan alih fungsi lahan meskipun sifatnya hanya musiman. Karena memang sangat potensial memicu gejolak harga sekalipun terjadi dalam jangka pendek.

Demikian menurut analisis Pengamat Ekonomi Kota Medan Benjamin Gunawan. (sdf/mk)

Artikel ini telah dibaca 23 kali

badge-check

Writer

Baca Lainnya

Anak SMA jadi Sasaran Judol dan Pinjol

19 November 2024 - 10:46 WIB

Harga Tomat Dan Minyak Goreng Melambung, Harga Daging Ayam Dan Ikan Tongkol Turun

15 November 2024 - 16:53 WIB

Peduli UMKM, Komisaris PT INALUM Kunjungi Rumah BUMN Toba di Balige

11 November 2024 - 18:08 WIB

Ketua KPPU: Penunjukan Langsung Dalam Peraturan Menteri BUMN Membuat Persaingan Usaha Tidak Sehat

5 November 2024 - 12:22 WIB

Banyak Cara Ditempuh KPPU Atas Industri Gula, Dibutuhkan Kebijakan yang Meningkatkan Persaingan

4 November 2024 - 14:15 WIB

Pupus Sudah Harapan Petani Cabai Merah, Harga Terpuruk Dihantam Cabai Dari Jawa

28 Oktober 2024 - 10:26 WIB

Trending di Ekonomi Bisnis