Dana 200 Triliun Disalurkan Ke Himbara Untuk Geliatkan Ekonomi, Ujung Tombak Keberhasilannya Ada Di Perbankan
Medankinian.com, Medan– Langkah Menteri keuangan Purbaya Yudhi sadewa dalam menstimulan ekonomi dengan mengalokasikan dana SAL (Saldo Anggaran Lebih) ke sistem perbankan khusunya Himbara disinyalir menjadi beban berat buat perbankan.
Bagi Sumatera Utara yang memiliki basis komoditas unggulan seperti sawit maupun karet sepertinya kurang mampu untuk menyerap dana yang parkir di Himbara tersebut.
Hal tersebut disampaikan Pengamat Ekonomi Sumatera Utara Gunawan Benjamin kepada awak media, pada Kamis, (18/9/2025)
Ada banyak perusahaan yang sebenarnya memiliki platform pinjaman yang belum terealisasikan atau dikenal dengan istiliah undisbursed loan. Termasuk juga dana KUR yang kabarnya tidak maksimal diserap masyarakat.
Bahkan, sejumlah perusahaan karet yang mengalami kesulitan bahan baku hingga yang mengalami kesulitan operasional juga pada dasarnya tidak mengalami masalah dari sisi permodalan. Bahkan banyakk perusahaan pengolahan karet (hilir) yang mengeluhkan lemahnya penjualan atau permintaan produknya.
“Saya tidak melihat ada urgensi serius perusahan-perusahaan di Sumut yang membutuhkan permodalan besar. Karena perbankan pada dasarnya selama ini sudah menyediakan permodalan yang diperuntukan bagi perusahaan.” Ujarnya
Menurutnya, kebijakan penggelontoran dana 200 T oleh pemerintah justru memungkinkan untuk disalurkan kepada koperasi desa merah putih, dapur MBG (makan bergizi gratis), property seperti penyediaan rumah bersubsidi (FLPP) atau justru balik lagi (parkir) ke surat hutang pemerintah.
“Ditengah gelontoran dana jumbo pemerintah ke perbankan, saya meyakini juknis internal untuk menggelontorkan anggaran ke Kopdes dan MBG sudah dimiliki oleh masing-masing perbankan.” tambahnya.
Meski begitu bukan tidak mungkin perbankan kesulitan dalam melakukan menyalurkan pembiayaan mengingat sektor yang dibiayai ini adalah sektor baru di dunia perbankan.
Gunawan juga menilai bahwa Kopdes yang lebih disukai oleh perbankan untuk dibiayai adalah Kopdes yang bergerak di sektor pertanian.
Tantangannya adalah sekalipun Kopdes itu memiliki lini bisnis yang diharapkan mampu mendorong geliat ekonomi di sektor pertanian. Namun Bank sudah terbiasa memberikan pembiayaan dengan pengalaman usaha minimal dua tahun. Bayangkan jika Kopdes yang baru berdiri harus dibiayai.
Tentunya Bank harus berpikir keras untuk memastikan bahwa Kopdes yang dibiayai nantinya mampu hidup dan memanfaatkan pembiayaan yang didapat.
Berbeda dengan dapur MBG yang justru memiliki bantalan (jaminan) dari anggaran pemerintah. Tentunya cash flow dapur MBG masih dibackup dengan alokasi anggaran pemerintah.
Jika anggaran 200 T sebagian masuk ke sektor property, katakanlah untuk rumah subsidi atau FLPP (fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan).
Sektor ini jika mendapatkan gelontoran dana dari Himbara berpeluang mendorong geliat di sektor lain seperti penjualan ritel dan eceran. Bagus dalam mendorong geliat perekonomian.
Sementara tantangannya adalah bagaimana mendorong belanja masyarakat untuk membeli rumah ditengah tekanan pengeluaran saat ini.
Minat masyarakat selalu ada untuk membeli rumah, tetapi bicara kemampuan ini hal yang lebih menentukan. Dalam hal ini daya beli yang harus diperbaiki, atau kalau berani pemerintah berikan subsidi bunga yang lebih besar. Meskipun belum jaminan jika kedua dilakukan penyaluran pembiayaan ini akan berjalan mulus sesuai harapan perbankan.
“Nah dari sekian banyak sektor tersbeut, kucuran dana jumbo pemerintah justru berpeluang parkir di surat utang pemerintah. Ini bisa terjadi jika perbankan mulai kesulitan menyalurkan pembiayaan ke sektor produktif. Jadi keberhasilan pengalihan dana 200 T ke Himbara untuk menggeliatkan ekonomi bertumpu pada keberhasilan Perbankan itu sendiri atau Himbara.” ujarnya. (MK/sdf)