Medankinian.com, Medan – Harga kebutuhan pangan khususnya beras dan cabai melambung tinggi belakangan ini. Terakhir harga beras dinaikkan oleh Badan Pangan Nasional atau Bapanas. Dimana untuk wilayah Sumut harga beras Bulog HET nya berubah dari 9.950 per Kg menjadi 11.500 per Kg nya, atau naik 15.6% per tanggal 1 september. Kenaikan harga beras Bulog tersebut menambah deretan panjang kenaikan harga beras yang sudah terjadi sebelumnya.
Sementara itu, kilang padi besar yang memnjual beras secara mandiri juga menyatakan bahwa mereka kesulitan untuk mendapatkan gabah. Persaingan harga gabah semakin ketat seiring melonjaknya biaya input produksi padi, ditambah dengan pasokan gabah yang terganggu. Dan banyak kilang padi yang mengeluh dengan kenaikan harga gabah dan beras.
Dengan kenaikan harga beras tersebut, pola konsumsi masyarakat mulai berubah. Terlebih jika tidak dibarengi dengan penambahan pendapatan atau daya beli. Situasi seperti ini akan memaksa masyarakat untuk lebih berhemat lagi. Masyarakat akan lebih mengetatkan ikat pinggang, alokasi pengeluaran akan dipaksakan untuk hal yang sifatnya survival atau bertahan hidup.
Pola konsumsi masyarakat lebih terfokus pada pemenuhan kebutuhan makan yang lebih mengedepankan ketersediaan lauk dibandingkan dengan sayur. Dari beberapa pedagang kebutuhan pangan eceran, banyak ibu rumah tangga yang lebih menghabiskan uang untuk membeli lauk, dan mengurangi belanja sayuran.
Sejumlah masyarakat dari level menengah hingga menengah ke bawah yang melakukan hal tersebut menyatakan bahwa, menu makanan di rumah mulai dikurangi. Pilihannya ada dua yakni nasi dengan lauk atau nasi dengan sayur. Beberapa juga menyatakan bahwa membeli lauk atau sayuran siap jadi juga menjadi opsi untuk mensiasati pengeluaran.
Pelaku rumah makan juga tengah mensiasati naiknya harga kebutuhan pangan saat ini. Beberapa penjual menyatakan belum berani menaikkan harga jual. Sejumlah pedagang mensiasati dengan mengurangi porsi makanan yang dijual. Serta menaikkan harga jual lauk atau sayur yang dibeli secara terpisah. Dan banyak model efisiensi lain yang dilakukan, seperti memilih sayuran yang digunakan sebagai menu dagangannya.
Sementara itu, kenaikan harga pangan saat ini tidak lantas membuat petani diuntungkan. Petani mengeluh dengan menurunnya produktifitas tanaman padi maupun cabai akibat cuaca yang tidak bersahabat. Ditambah lagi dengan kenaikan harga pupuk, pestisida, atau biaya input produksi secara keseluruhan ditambah dengan kenaikan upah buruh tani.
Sejumlah petani cabai dan padi saat ini tidak diuntungkan dengan kenaikan harga tersebut. Meskipun harga gabah naik 20% lebih, atau harga cabai yang lebih mahal 50% dari HPP (harga pokok produksi) nya. Namun, pendapatannya belum mampu menutupi pengeluaran petani sepenuhnya. Karena produksi padi dan cabai juga mengalami gangguan. Bahkan sejumah petani cabai mengklaim ada penurunan produktifitas tanaman cabai hingga 50% dari biasanya.
Demikian menurut analisis Pengamat Ekonomi Kota Medan Benjamin Gunawan. (sdf/mk)