Menu

Mode Gelap

Ekonomi Bisnis · 30 Sep 2022 20:44 WIB

Pertumbuhan Ekonomi Sumut Lebih Baik Dari 2021 Namun Tetap Waspadai Inflasi


					Kepala Kantor Bank Indonesia Wilayah Sumatera Utara, Doddy Zulverdi. | Foto: istimewa Perbesar

Kepala Kantor Bank Indonesia Wilayah Sumatera Utara, Doddy Zulverdi. | Foto: istimewa

Medankinian.com, Medan– Perekonomian Sumatera Utara tahun 2022 diprakirakan tumbuh lebih tinggi dari tahun 2021 dengan rentang proyeksi 4,1%-4,9% (yoy). Kian pulihnya mobilitas dan membaiknya daya beli akan mendorong konsumsi masyarakat.

Kepala Kantor Bank Indonesia Wilayah Sumatera Utara, Doddy Zulverdi mengatakan tetap tingginya harga komoditas utama serta berlanjutnya program PEN juga diprakirakan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara tahun 2022 lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya.

“Namun demikian, berlanjutnya konflik geopolitik yang berisiko melanjutkan gangguan rantai pasok global serta perkembangan ekonomi global yang diwarnai peningkatan inflasi menjadi hal yang perlu diwaspadai,” katanya, Jumat (30/9/2022).

Dikatakannya, ada beberapa faktor-faktor yang mendorong bias atas yakni yang pertama membaiknya krisis geopolitik global sehingga turut mendorong perbaikan rantai pasok dan menstabilkan tekanan inflasi.

“Kedua terus berlanjutnya program PEN seperti KUR 3%, insentif bantuan tunai, dan insentif PPN-DTP (Ditanggung Pemerintah) yang dapat menjaga daya beli masyarakat,” ujarnya.

Ketiga yakni tetap tingginya harga ekspor komoditas utama yang dapat mendorong penguatan produksi dan investasi.

Sedangkan faktor yang mendorong bias bawah yakni yang pertama pandemi COVID-19 yang belum selesai dan wabah penyakit baru yang berisiko menahan mobilitas dan aktivitas masyarakat.

Kedua, konflik geopolitik yang terus berlanjut dapat memperpanjang kebijakan proteksionisme pangan global sehingga kembali mengganggu rantai pasok dan mendorong kenaikan inflasi global.

“Ketiga, potensi perlambatan ekonomi negara mitra (a. Perekonomian Tiongkok yang terus menurun, b. Penurunan produksi industri manufaktur di Eropa terkait penetapan efisiensi gas) yang lebih dalam dan dapat berdampak pada permintaan dan mempengaruhi kinerja ekspor,” ujarnya.

Keempat, konflik geopolitik yang berkepanjangan dapat mengakibatkan sikap investor yang wait and see dan cenderung berinvestasi

kepada aset safe haven, dan yang kelima dampak lanjutan penyesuaian harga BBM bersubsidi dan penurunan harga komoditas utama, seperti CPO.

 

(Mk/sdf)

Artikel ini telah dibaca 84 kali

badge-check

Writer

Baca Lainnya

Anak SMA jadi Sasaran Judol dan Pinjol

19 November 2024 - 10:46 WIB

Harga Tomat Dan Minyak Goreng Melambung, Harga Daging Ayam Dan Ikan Tongkol Turun

15 November 2024 - 16:53 WIB

Peduli UMKM, Komisaris PT INALUM Kunjungi Rumah BUMN Toba di Balige

11 November 2024 - 18:08 WIB

Ketua KPPU: Penunjukan Langsung Dalam Peraturan Menteri BUMN Membuat Persaingan Usaha Tidak Sehat

5 November 2024 - 12:22 WIB

Banyak Cara Ditempuh KPPU Atas Industri Gula, Dibutuhkan Kebijakan yang Meningkatkan Persaingan

4 November 2024 - 14:15 WIB

Pupus Sudah Harapan Petani Cabai Merah, Harga Terpuruk Dihantam Cabai Dari Jawa

28 Oktober 2024 - 10:26 WIB

Trending di Ekonomi Bisnis